Jumat, 14 Desember 2012

Day 4 Muter-Muter Nggak Jelas dan Ditelantarkan di Phuket

Pada hari terakhir kami di pulau Phuket kami akan keliling Phuket untuk melihat obyek wisata yang ada di sana. Kami akan dijemput jam 11 untuk city tour sekalian diantar ke terminal bus Phuket. Hari ini akan bergabung dengan Yanti dkk, karena mereka juga akan naik bus yang sama menuju Bangkok. Seharusnya sih untuk city tour 3 orang selama 5 jam kami membayar 1200 THB, jadi ketika Mr. Pu ngomong kalau kami bakal digabung dengan Yanti dkk aku langsung protes minta penurunan harga tapi dia tetep nggak kasih. Huh bete, aku pake jasa Mr. Pu karena dia direkomendasikan di forum Female Daily dan Kaskus tapi kenyataannya dia hanya seorang pedagang yang cari untung. Dia nggak sebaik yang dikatakan pemakai jasa di forum.
Sebelum dijemput kami beres-beres kamar, dan sarapan roti. Jam 10.30 kami turun untuk check out, menitipkan koper di lobi lalu mencari makan siang di dekat Sea Blue. Menu makan siangku kembali nasi goreng  dan kali ini ditemani teh manis panas. Nana pesan nasi goreng sayur, Vivi pesan mie rebus. Selesai makan kami kembali ke Sea Blue, jam sudah menunjuk ke angka 11 tapi jemputan belum datang. Beberapa menit kemudian Mr. Pu menelepon untuk memberitahu 5 menit lagi jemputan datang. Ternyata di luar hujan turun, walau nggak deras.
Sebenarnya berdasarkan ramalan cuaca, September dan Oktober merupakan bulan terbasah. Untungnya selama di sana cuma sekali mengalami gerimis dan hujan yang tidak begitu deras. Jam 11 lebih 15 menit, jemputan datang. Penjemput kami bukan Mr. Pu atau Abubakar, tapi sopir yang nama depannya diawali dengan huruf P (nggak ingat namanya). Saat tiba di bandara Phuket kami dijemput menggunakan Avanza, sekarang kami dijemput dengan Toyota Commuter. Jenis mobil yang sama dengan yang mengantar jemput kami ke dermaga waktu tur Phi-Phi. 
Mobil sudah diisi oleh Yanti dkk, si P mengemudikan mobil melewati pantai Karon, lalu pantai Kata. Sampailah kami di Kata viewpoint, namun karena hujan kami tidak turun dan melanjutkan ke tujuan berikut yaitu Prompthep viewpoint. Sebelum kami turun dari van, P berpesan "If rain you walk quick-quick ya" (maksudnya dia minta kita cepat kembali ke mobil jika hujan turun). Di tempat ini kita bisa melihat pantai-pantai dan laut. Di sini juga terdapat patung gajah dalam berbagai ukuran yang sepertinya digunakan sebagai tempat berdoa. Kami foto-foto selama kira-kira 45 menit sebelum beralih ke tempat lain.
Pemandangan dari Prompthep View Point


Mobil bergerak melewati pantai Rawai dan terus berjalan menuju Big Buddha. Jalan menuju obyek wisata yang mirip Garuda Wisnu Kencana di Bali itu sangat curam dan bila hujan sopir sering menolak untuk mengantar ke sana. Untungnya saat itu cuaca terang. Gerimis turun ketika kami sampai di Big Buddha. Obyek wisata ini berupa patung Buddha besar, yang hingga saat ini masih dibangun. Nggak ada yang menarik dari obyek wisata ini, selain pemandangan dari Big Buddha view point. Setelah puas foto-foto, kami menuju obyek wisata berikutnya yaitu Wat Chalong. 




Pemandangan dari Big Buddha View Point
Wat Chalong



Sebenarnya di Wat Chalong ada beberapa kuil, tapi karena cuaca panas kami hanya masuk ke dalam satu kuil. Kuil yang kami masuki memiliki 3 lantai di mana pada setiap lantai berisi patung-patung Budha. Kami kembali ke van, dan P memberitahu tujuan berikutnya adalah toko makanan yang menjual oleh-oleh khas Thailand. Nama toko itu adalah Pronthip Snack, ketika masuk ke toko kami diberi stiker yang menunjukkan bahwa kami satu rombongan, mirip toko oleh-oleh di Bali. Di sini kami nggak lama dan aku hanya membeli abon babi, manisan pala dan snack seafood. Tujuan berikutnya adalah toko baju Madunan, yang katanya mirip Joger di Bali. Jujur aku udah tiga kali ke Bali dan belum pernah ke sana karena nggak tertarik. Jadi sebenarnya bete banget waktu di bawa ke sini. Jadinya aku dan Nana cuma duduk-duduk sementara yang lain belanja. Pemilik toko ini bisa berbahasa Indonesia tapi dengan logat Melayu kental. 
Pembayarannya pun bisa menggunakan mata uang rupiah, dengan nilai tukar 1 THB=300 IDR, lebih murah dari bath yang ku tukar di Jogja. Untuk produknya sendiri kisaran harganya 149 THB, menurutku sih kualitasnya setara dengan baju yang ku beli di MBK seharga 99 THB. Baju yang dibeli di MBK malah sablonannya lebih bagus. Selesai belanja Vivi bergabung dengan aku dan Nana duduk di dekat kasir. Kami mendengar percakapan kasir dan dua orang pembeli yang berbahasa Indonesia. Yah, ketemu orang Indonesia lagi. Salah satu pembeli itu, cowok berkacamata lalu menghampiri Vivi dan bertanya, "Dari Indonesia ya?" Si kacamata ternyata berasal dari Kalimantan. 
Penjual batik made in Indonesia di Phuket Town


Setelah yang lain selesai belanja, kami meneruskan perjalanan menuju Phuket town, P menghentikan van di kota tua. Sepi, itu kesan pertama yang muncul dalam otakku. Kota tua ini memiliki bangunan-bangunan Sino-Portugis, dan itulah daya tariknya. Di Indonesia bangunan-bangunan tua era kolonial dibiarkan terbengkalai atau malah dihancurkan dan dibangun bangunan baru yang bentuknya mirip rumah boneka. Sayang ya, pemerintah kita nggak peduli pada sesuatu yang sebenarnya bisa menambah nilai jual pariwisata Indonesia. Ok, cukup ceramahnya mari kita lanjut ke Phuket town. 
Kami berputar-putar di sekitar Thalang road sambil foto-foto. Rombonganku berpisah dengan rombongan Yanti yang entah berjalan sampai kemana. Rombonganku mampir ke Kopitiam Wilai untuk makan malam. Kami kompak memilih makan misoa rebus, tapi isinya berbeda. Aku dan Vivi memilih misoa babi, Nana memilih misoa bakso ikan. Untuk minuman aku dan Nana memilih wedang jahe yang tentu saja nggak pakai gula Jawa tapi rasanya enak, sementara Vivi memilih es asam. Interior restoran ini benar-benar kuno meja, kursi, lemari, dan rantang yang dipajang sepertinya sudah tua membuat kami serasa berada dalam setting film Mandarin. Di kota tua ini juga ada perusahaan percetakan yang masih menggunakan mesin tua. Thalang road juga memiliki penginapan, cafe, dan toko yang menjual batik made in Indonesia. 
Suasana kota tua
Interior Kopitiam Wilai

Ternyata Phuket old town merupakan akhir dari city tour kami, karena P langsung menurunkan kami di terminal bus. Berhubung masih jam 5, bus kami berangkat jam setengah 7, Yanti mengusulkan untuk ke Phuket weekend market, namun P menolak dengan alasan jauh. Saat kami minta diantar ke Big C, P kembali menolak kali ini dengan alasan waktu sudah habis. Yo wislah dengan tampang super bete kami menurunkan bawaan kami, dan tanpa mengucapkan terima kasih kami masuk ke terminal. Tiket yang kami terima dari Mr. Pu berhuruf Thai, yang membuat kami semakin bingung bus kami berada di mana. Salah satu teman Yanti berinisiatif untuk bertanya kepada salah seorang pegawai bus yang menunjukkan platform tempat bus kami. Berhubung masih jam 5, bus kami belum datang. 
Kami pun terpaksa menunggu di terminal. Phuket memiliki dua terminal bus, untuk perjalanan antarpropinsi menggunakan terminal bus baru sedangkan perjalan jarak dekat menggunakan terminal bus lama. Jarak antara kedua terminal kira-kira 2 km, dan pemerintah menyediakan angkutan yang menghubungkan dua terminal ini. Terminal baru diresmikan 2012, bagian depan terminal terdapat loket tiket berbagai tujuan. Aku menyesal beli tiket lewat Mr. Pu karena harga yang dia minta tidak sesuai dengan yang tertera di tiket, dan bus yang kami tumpangi berkapasitas 36 penumpang bukan 24 seperti permintaan kami. Pelajaran yang kami dapat, beli tiket bus langsung di terminal dan pilih bus vip ac 24 seats milik pemerintah seperti yang direkomendasikan orang-orang di internet.
Di terminal ini juga terdapat minimarket, dan tentu saja toilet. Pengguna toilet harus membayar 3 THB, toilet sih lumayan bersih tapi baunya pesing banget. Jam 6 bus kami datang, kami melapor ke petugas bus yang berseragam dan memasukkan barang ke bagasi. Sebelum dimasukkan bagasi barang-barang diberi label, yah mirip-mirip bagasi pesawat. Nggak tahu di Indonesia sebelum masuk bagasi barang dikasih label dulu nggak.
Bus yang membawa kami dari Phuket ke Bangkok.
Setelah bagasi masuk bus, giliran kami yang masuk. Kami bertujuh mendapat nomor 23, 24, 27, 28, 31, 32, 36. Aku dan Nana duduk di kursi nomor 31 dan 32 sedangkan Vivi di kursi nomor 36 yang berada tepat di belakang kami. Sebenarnya saat memesan tiket lewat Mr. Pu aku udah ngomong kalau kami minta kursi sederet, tapi ya sudahlah. Maklum bahasa Inggris Mr. Pu nggak bagus, kalau ngomong lewat telepon suka bingung maksudnya apa. Seorang bapak kru bus membagi-bagikan snack, air mineral dan jus buah kotak pada setiap penumpang. Si bapak juga meminta kami menunjukkan tiket sambil ngomong pakai bahasa Thai entah apa maunya. Nana sibuk memperhatikan penumpang yang masuk ke bus sambil menebak-nebak siapakah yang beruntung menjadi pendamping Vivi (maksudnya duduk di samping Vivi). Ketika bapak kru bus tadi berjalan bersama seorang bule muda ke arah kami, Nana semakin heboh. Akankah bule yang ku beri nama sleeping ugly (honestly, he's not that ugly) duduk di sebelah Vivi? Ternyata tidak, si bule duduk sederet sama Yanti. Dia duduk di kursi tunggal karena tempat duduk bus ini 2-1 maksudnya 2 kursi dempet dan 1 kursi tunggal. 
Jam 18.30 bus belum menunjukkan tanda mau berangkat. Jam karet, padahal pas baca di blog orang Indo yang pernah naik bus vip (tapi dia naik yang punya pemerintah bukan swasta), bus malam di Thai tepat waktu jadi pas naik bus ini ekspektasiku kalau bus bakal on time tinggi banget. Dua puluh menit kemudian bus bergerak meninggalkan terminal dan Vivi tetap duduk sendiri. Bus memutar musik khas Thai, yang mengingatkan pada musik dangdut atau campursari yang sering diputar sopir bus di Indonesia. Berisik banget, aku udah khawatir kalau sepanjang perjalanan bakal disuguhi musik ini, tapi ternyata tidak. 
Beberapa lama kemudian, bus memutar film-nya Jason Statham yang didubbing pakai bahasa Thai, ya sami mawon nggak mudeng artinya. Bus berhenti sebentar, nggak tahu ngapain, kami duduk di lantai 2 bus jadi nggak ngerti apa yang dilakukan sopir saat berhenti. Bus kembali berjalan dan akhirnya melewati jembatan yang menghubungkan Phuket dengan benua Asia. Ok, this is time to say goodbye to Phuket.