Pada hari terakhir kami di pulau Phuket kami akan keliling Phuket untuk
melihat obyek wisata yang ada di sana. Kami akan dijemput jam 11 untuk
city tour sekalian diantar ke terminal bus Phuket. Hari ini akan
bergabung dengan Yanti dkk, karena mereka juga akan naik bus yang sama
menuju Bangkok. Seharusnya sih untuk city tour 3 orang selama 5 jam kami
membayar 1200 THB, jadi ketika Mr. Pu ngomong kalau kami bakal digabung
dengan Yanti dkk aku langsung protes minta penurunan harga tapi dia
tetep nggak kasih. Huh bete, aku pake jasa Mr. Pu karena dia
direkomendasikan di forum Female Daily dan Kaskus tapi kenyataannya dia
hanya seorang pedagang yang cari untung. Dia nggak sebaik yang dikatakan
pemakai jasa di forum.
Sebelum dijemput kami beres-beres kamar, dan
sarapan roti. Jam 10.30 kami turun untuk check out, menitipkan koper di
lobi lalu mencari makan siang di dekat Sea Blue. Menu makan siangku
kembali nasi goreng dan kali ini ditemani teh manis panas. Nana pesan
nasi goreng sayur, Vivi pesan mie rebus. Selesai makan kami kembali ke
Sea Blue, jam sudah menunjuk ke angka 11 tapi jemputan belum datang.
Beberapa menit kemudian Mr. Pu menelepon untuk memberitahu 5 menit lagi
jemputan datang. Ternyata di luar hujan turun, walau nggak deras.
Sebenarnya berdasarkan ramalan cuaca, September dan Oktober merupakan
bulan terbasah. Untungnya selama di sana cuma sekali mengalami gerimis
dan hujan yang tidak begitu deras. Jam 11 lebih 15 menit, jemputan
datang. Penjemput kami bukan Mr. Pu atau Abubakar, tapi sopir yang nama
depannya diawali dengan huruf P (nggak ingat namanya). Saat tiba di
bandara Phuket kami dijemput menggunakan Avanza, sekarang kami dijemput
dengan Toyota Commuter. Jenis mobil yang sama dengan yang mengantar
jemput kami ke dermaga waktu tur Phi-Phi.
Mobil sudah diisi oleh Yanti
dkk, si P mengemudikan mobil melewati pantai Karon, lalu pantai Kata.
Sampailah kami di Kata viewpoint, namun karena hujan kami tidak turun
dan melanjutkan ke tujuan berikut yaitu Prompthep viewpoint. Sebelum
kami turun dari van, P berpesan "If rain you walk quick-quick ya"
(maksudnya dia minta kita cepat kembali ke mobil jika hujan turun). Di
tempat ini kita bisa melihat pantai-pantai dan laut. Di sini juga
terdapat patung gajah dalam berbagai ukuran yang sepertinya digunakan
sebagai tempat berdoa. Kami foto-foto selama kira-kira 45 menit sebelum beralih ke tempat lain.
Pemandangan dari Prompthep View Point |
Mobil bergerak melewati pantai Rawai dan terus
berjalan menuju Big Buddha. Jalan menuju obyek wisata yang mirip Garuda
Wisnu Kencana di Bali itu sangat curam dan bila hujan sopir sering
menolak untuk mengantar ke sana. Untungnya saat itu cuaca terang.
Gerimis turun ketika kami sampai di Big Buddha. Obyek wisata ini berupa
patung Buddha besar, yang hingga saat ini masih dibangun. Nggak ada yang
menarik dari obyek wisata ini, selain pemandangan dari Big Buddha view
point. Setelah puas foto-foto, kami menuju obyek wisata berikutnya yaitu
Wat Chalong.
Pemandangan dari Big Buddha View Point |
Wat Chalong |
Sebenarnya di Wat Chalong ada beberapa kuil, tapi karena
cuaca panas kami hanya masuk ke dalam satu kuil. Kuil yang kami masuki
memiliki 3 lantai di mana pada setiap lantai berisi patung-patung Budha.
Kami kembali ke van, dan P memberitahu tujuan berikutnya adalah toko
makanan yang menjual oleh-oleh khas Thailand. Nama toko itu adalah
Pronthip Snack, ketika masuk ke toko kami diberi stiker yang menunjukkan
bahwa kami satu rombongan, mirip toko oleh-oleh di Bali. Di sini kami
nggak lama dan aku hanya membeli abon babi, manisan pala dan snack
seafood. Tujuan berikutnya adalah toko baju Madunan, yang katanya mirip
Joger di Bali. Jujur aku udah tiga kali ke Bali dan belum pernah ke sana
karena nggak tertarik. Jadi sebenarnya bete banget waktu di bawa ke
sini. Jadinya aku dan Nana cuma duduk-duduk sementara yang lain belanja.
Pemilik toko ini bisa berbahasa Indonesia tapi dengan logat Melayu
kental.
Pembayarannya pun bisa menggunakan mata uang rupiah, dengan
nilai tukar 1 THB=300 IDR, lebih murah dari bath yang ku tukar di Jogja.
Untuk produknya sendiri kisaran harganya 149 THB, menurutku sih
kualitasnya setara dengan baju yang ku beli di MBK seharga 99 THB. Baju
yang dibeli di MBK malah sablonannya lebih bagus. Selesai belanja Vivi
bergabung dengan aku dan Nana duduk di dekat kasir. Kami mendengar
percakapan kasir dan dua orang pembeli yang berbahasa Indonesia. Yah,
ketemu orang Indonesia lagi. Salah satu pembeli itu, cowok berkacamata
lalu menghampiri Vivi dan bertanya, "Dari Indonesia ya?" Si kacamata
ternyata berasal dari Kalimantan.
Penjual batik made in Indonesia di Phuket Town |
Setelah yang lain selesai belanja,
kami meneruskan perjalanan menuju Phuket town, P menghentikan van di
kota tua. Sepi, itu kesan pertama yang muncul dalam otakku. Kota tua ini
memiliki bangunan-bangunan Sino-Portugis, dan itulah daya tariknya. Di
Indonesia bangunan-bangunan tua era kolonial dibiarkan terbengkalai atau
malah dihancurkan dan dibangun bangunan baru yang bentuknya mirip rumah
boneka. Sayang ya, pemerintah kita nggak peduli pada sesuatu yang
sebenarnya bisa menambah nilai jual pariwisata Indonesia. Ok, cukup
ceramahnya mari kita lanjut ke Phuket town.
Kami berputar-putar di
sekitar Thalang road sambil foto-foto. Rombonganku berpisah dengan
rombongan Yanti yang entah berjalan sampai kemana. Rombonganku mampir ke
Kopitiam Wilai untuk makan malam. Kami kompak memilih makan misoa
rebus, tapi isinya berbeda. Aku dan Vivi memilih misoa babi, Nana
memilih misoa bakso ikan. Untuk minuman aku dan Nana memilih wedang jahe
yang tentu saja nggak pakai gula Jawa tapi rasanya enak, sementara Vivi
memilih es asam. Interior restoran ini benar-benar kuno meja, kursi,
lemari, dan rantang yang dipajang sepertinya sudah tua membuat kami
serasa berada dalam setting film Mandarin. Di kota tua ini juga ada
perusahaan percetakan yang masih menggunakan mesin tua. Thalang road
juga memiliki penginapan, cafe, dan toko yang menjual batik made in
Indonesia.
Suasana kota tua |
Interior Kopitiam Wilai |
Ternyata Phuket old town merupakan akhir dari city tour kami,
karena P langsung menurunkan kami di terminal bus. Berhubung masih jam
5, bus kami berangkat jam setengah 7, Yanti mengusulkan untuk ke Phuket
weekend market, namun P menolak dengan alasan jauh. Saat kami minta
diantar ke Big C, P kembali menolak kali ini dengan alasan waktu sudah
habis. Yo wislah dengan tampang super bete kami menurunkan bawaan kami,
dan tanpa mengucapkan terima kasih kami masuk ke terminal. Tiket yang
kami terima dari Mr. Pu berhuruf Thai, yang membuat kami semakin bingung
bus kami berada di mana. Salah satu teman Yanti berinisiatif untuk
bertanya kepada salah seorang pegawai bus yang menunjukkan platform
tempat bus kami. Berhubung masih jam 5, bus kami belum datang.
Kami pun
terpaksa menunggu di terminal. Phuket memiliki dua terminal bus, untuk
perjalanan antarpropinsi menggunakan terminal bus baru sedangkan
perjalan jarak dekat menggunakan terminal bus lama. Jarak antara kedua
terminal kira-kira 2 km, dan pemerintah menyediakan angkutan yang
menghubungkan dua terminal ini. Terminal baru diresmikan 2012, bagian
depan terminal terdapat loket tiket berbagai tujuan. Aku menyesal beli
tiket lewat Mr. Pu karena harga yang dia minta tidak sesuai dengan yang
tertera di tiket, dan bus yang kami tumpangi berkapasitas 36 penumpang
bukan 24 seperti permintaan kami. Pelajaran yang kami dapat, beli tiket
bus langsung di terminal dan pilih bus vip ac 24 seats milik pemerintah
seperti yang direkomendasikan orang-orang di internet.
Di terminal ini juga terdapat minimarket, dan tentu saja toilet. Pengguna toilet harus membayar 3 THB, toilet sih lumayan bersih tapi baunya pesing banget. Jam 6 bus kami datang, kami melapor ke petugas bus yang berseragam dan memasukkan barang ke bagasi. Sebelum dimasukkan bagasi barang-barang diberi label, yah mirip-mirip bagasi pesawat. Nggak tahu di Indonesia sebelum masuk bagasi barang dikasih label dulu nggak.
Di terminal ini juga terdapat minimarket, dan tentu saja toilet. Pengguna toilet harus membayar 3 THB, toilet sih lumayan bersih tapi baunya pesing banget. Jam 6 bus kami datang, kami melapor ke petugas bus yang berseragam dan memasukkan barang ke bagasi. Sebelum dimasukkan bagasi barang-barang diberi label, yah mirip-mirip bagasi pesawat. Nggak tahu di Indonesia sebelum masuk bagasi barang dikasih label dulu nggak.
Bus yang membawa kami dari Phuket ke Bangkok. |
Setelah bagasi
masuk bus, giliran kami yang masuk. Kami bertujuh mendapat nomor 23, 24,
27, 28, 31, 32, 36. Aku dan Nana duduk di kursi nomor 31 dan 32
sedangkan Vivi di kursi nomor 36 yang berada tepat di belakang kami.
Sebenarnya saat memesan tiket lewat Mr. Pu aku udah ngomong kalau kami
minta kursi sederet, tapi ya sudahlah. Maklum bahasa Inggris Mr. Pu
nggak bagus, kalau ngomong lewat telepon suka bingung maksudnya apa.
Seorang bapak kru bus membagi-bagikan snack, air mineral dan jus buah
kotak pada setiap penumpang. Si bapak juga meminta kami menunjukkan
tiket sambil ngomong pakai bahasa Thai entah apa maunya. Nana sibuk
memperhatikan penumpang yang masuk ke bus sambil menebak-nebak siapakah
yang beruntung menjadi pendamping Vivi (maksudnya duduk di samping
Vivi). Ketika bapak kru bus tadi berjalan bersama seorang bule muda ke
arah kami, Nana semakin heboh. Akankah bule yang ku beri nama sleeping
ugly (honestly, he's not that ugly) duduk di sebelah Vivi? Ternyata
tidak, si bule duduk sederet sama Yanti. Dia duduk di kursi tunggal
karena tempat duduk bus ini 2-1 maksudnya 2 kursi dempet dan 1 kursi
tunggal.
Jam 18.30 bus belum menunjukkan tanda mau berangkat. Jam karet,
padahal pas baca di blog orang Indo yang pernah naik bus vip (tapi dia
naik yang punya pemerintah bukan swasta), bus malam di Thai tepat waktu
jadi pas naik bus ini ekspektasiku kalau bus bakal on time tinggi
banget. Dua puluh menit kemudian bus bergerak meninggalkan terminal dan
Vivi tetap duduk sendiri. Bus memutar musik khas Thai, yang mengingatkan
pada musik dangdut atau campursari yang sering diputar sopir bus di
Indonesia. Berisik banget, aku udah khawatir kalau sepanjang perjalanan
bakal disuguhi musik ini, tapi ternyata tidak.
Beberapa lama kemudian,
bus memutar film-nya Jason Statham yang didubbing pakai bahasa Thai, ya
sami mawon nggak mudeng artinya. Bus berhenti sebentar, nggak tahu
ngapain, kami duduk di lantai 2 bus jadi nggak ngerti apa yang dilakukan
sopir saat berhenti. Bus kembali berjalan dan akhirnya melewati
jembatan yang menghubungkan Phuket dengan benua Asia. Ok, this is time
to say goodbye to Phuket.