Minggu, 31 Juli 2016

The Duck King Hartono Mall Jogja

Penggemar bebek Peking di Jogja, akan semakin dengan hadirnya The Duck King. Sebelumnya The Duck King pernah hadir di Jogja dengan nama The Grand Duck King yang berlokasi di Hotel Tentrem. Sayangnya restoran itu udah tutup, entah karena kurangnya animo masyarakat Jogja atau karena membuka The Duck King di mall.
The Duck King di Hartono Mall baru buka bulan Juli ini, jadi masih baru banget. Pas ke sana juga ramai banget, sampai terpaksa duduk di smooking area. Kebetulan The Duck King berada di lantai dasar, jadi smooking area ada di ruang terbuka. Biasanya sih memang kalau ada tempat baru selalu ramai pengunjung yang penasaran entar baru ketahuan masa depan restoran itu akan bertahan apa enggak.

Aku sih udah pernah makan di The Grand Duck King yang di Grand Indonesia, Jakarta beberapa tahun lalu. Waktu itu makan bertujuh walau menu yang dipesan dikit tapi habis sejuta lebih. Memang The Duck King restoran yang mahal, siapkan kantong tebal kalau mau makan disini. Sesuai dengan namanya, jualan utamanya adalah bebek. Tapi, ada berbagai menu lain yang berbahan dasar ikan, ayam, jamur dll. So, yang enggak makan bebek jangan khawatir.
Kemarin makan sama keluarga, habis hampir sejuta karena masih diskon 20%. Menu yang dipesan adalah kerapu macan dua rasa, jamur kancing goreng, bebek peking ½ ekor, jamur enoki spesial cincang, ayam goreng bungkus pandan, nasi putih, mojito, strawberry juice, es krim durian ketan hitam, lemon juice dan onde-onde kacang merah.
Sekarang mari kita bahas rasanya satu per satu. Kerapu macan dua rasa berukuran 700 gram seharga 406 ribu. Harga tergantung pada besar kecilnya ukuran. Dua rasa di sini asam manis dan goreng kering. Kerapu yang digoreng kering rasanya enak, kalau yang asam manis biasa aja. Pada dasarnya kurang suka masakan apa saja yang pakai saos asam manis. Jamur kancing gorengnya enggak istimewa. Menurutku kemahalan dengan harga 58 ribu.



Untuk bebek Peking, kulitnya buat isi lumpia sementara dagingnya di tumis dengan lotus. Lumpianya enak, tumis lotus rasanya rada enggak jelas, so I don’t like it. Rebus jamur enoki spesial cincang adalah jamur enoki yang dimasak bareng daging sapi cincang dan caisin. Rasanya lumayan, tapi porsinya sedikit. Ayam goreng bungku pandan seharga 52 ribu berisi tiga bungkus. Soal rasa menurutku agak kurang bumbu, tambah garam sama merica dikit lebih enak tuh. Onde-onde merupakan favorit ibu, aku bukan penggemar makanan berisi kacang merah tapi onde-ondenya The Duck Kings enak dan worthy. Untuk pilihan minuman bervariasi mulai dari teh hijau, aneka jus hingga mojito. 







Rabu, 13 Juli 2016

Naik Unta Ke Gunung Sinai

Naik naik ke puncak gunung. Tinggi, tinggi sekali. Kiri kanan ku lihat saja ada pohon cemara. Lagu itu enggak berlaku saat kita naik gunung Sinai di Mesir. Gunung Sinai ini kanan kiri isinya batu, mau gede mau kecil bisa ditemukan di sini. Pohon cuma lihat satu dua.
Pohonnya cuma dua kan.

Aku berkesempatan naik gunung Sinai akhir Desember tahun lalu. Jarak dari hotel ke gunung Sinai cukup dekat. Naik bus enggak sampai setengah jam udah sampai. Tapi untuk ke gunung Sinai jelas enggak bisa naik bus. Bus hanya sampai di tempat parkir dari tempat parkir kita naik van menuju Saint Catherine Monastery yang menjadi basecamp orang-orang yang mau naik gunung Sinai. Dari sini boleh milih jalan kaki atau naik unta. Kalau naik unta sekali jalan tarifnya USD 25 plus tip USD 1 untuk si tukang unta.
Untuk mempersingkat waktu dan biar lebih cepat, rombonganku naik unta semua. Baliknya boleh pilih mau jalan or naik unta. Berhubung kita berangkat udah pagi bukan pagi-pagi buta layaknya peziarah lain, tempatnya sepi hanya ada rombonganku. Biasanya orang naik gunung Sinai dini hari untuk menikmati matahari terbit di atas gunung. Berhubung kondisi cuaca yang terlalu dingin tour leader mengundurkan jadwal naik gunung dari jam 1 dini hari menjadi jam 6.
Perjalanan naik unta ditempuh selama kurang lebih satu jam. Sebelum berangkat anggota rombongan udah pada ribut kalau si unta bau sampai pada beli poncho seharga USD 5 di salah satu toko di Morgenland. Aku sama kakakku juga ikutan beli sih. Tante yang pernah naik Sinai juga mewanti-wanti untuk langsung mencuci pakaian yang digunakan naik unta karena baunya enggak ilang-ilang. Emang bau unta kayak apa sih? Menurutku sih biasa aja, baunya mirip anjing yang enggak mandi berhari-hari. Jadi pas anggota rombongan mengeluh bau untanya enggak ilang-ilang, aku enggak merasakan hal yang sama. Lha wong tiap hari gaulnya sama anjing kok. Hidung udah kebal sama baunya. Hehehe…….
Selama naik unta ada guide yang ngikutin. Satu guide bisa bawa 2-3 unta. Tadinya aku dapat guide yang udah bapak-bapak, kayaknya si bapak capek karena diganti sama guide yang masih ABG. Unta ini sepertinya termasuk binatang yang selalu happy. Hahaha….. Lihat aja mukanya selalu nyengir gitu. Selama perjalanan beberapa kali di pukul sama guide, sampai kasihan sama si unta dan pengin neriakin si guide.
Tuh kan si unta mukanya happy.

Guide dan helper di gunung Sinai adalah orang Baduy. Mereka mencari duit dengan mengandalkan wisatawan. Sayangnya gara-gara pengeboman pesawat Rusia di Sinai jumlah wisatawan yang datang ke Mesir turun drastis. Sehingga pendapatan orang-orang Baduy di Sinai juga turun. Kebetulan wisatawan terbanyak yang datang ke Sinai adalah orang Rusia.
Unta hanya bisa mengantar kita sampai ke parkiran unta. Dari sini kita harus jalan kaki menaiki 1000 tangga. Jangan membayangkan tangga di sini seperti tangga biasa karena ini hanya sebutan dan bukan tangga. Jumlahnya juga enggak tahu berapa, pokoknya banyak. Untuk sampai ke puncak gunung Sinai butuh waktu 1 jam (tergantung tingkat kecepatan). Jalan terjal dan curam, jadi harus ekstra hati-hati kalau enggak pengin jatuh. Udara super dingin juga menjadi kendala. Harus berhenti tiap 5 menit untuk bernafas. Sebentar-sebentar nafas udah ngos-ngosan. Sebenarnya ibu melarang aku naik gunung Sinai, gara-gara beberapa minggu sebelum berangkat ke Mesir sempat terjadi drama. Pagi-pagi aku mengalami sesak nafas sampai di bawa ke IGD segala. Dokter jaga mendiagnosis aku kena GERD (Gastroesophageal Reflux Disease atau penyakit asam lambung). Waktu periksa ke dokter penyakit dalam beliau ngomong kalau aku enggak kena GERD. Enggak tahu deh aku sesak nafas karena apa. Yang pasti aku emang udah niat naik gunung Sinai, and it is worth it. Bila ada kesempatan pengin ke sana lagi, tapi enggak mau nginep di Morgenland lagi.


Terjal dan berbatu.
Gereja Ortodoks di Gunung Sinai.


Pas turun sengaja pilih jalan kaki biar lebih terasa ziarahnya. Istilahnya napak tilas perjalanan nabi Musa. Kan tujuan ke Mesir buat ziarah. Hehehe……. Di gunung inilah nabi Musa menerima wahyu berupa sepuluh perintah Allah. Jangan Tanya apa saja isinya karena aku udah lupa. Jadi penasaran seperti apa kondisi gunung Sinai pada jaman itu. Pasti medan yang dilalui lebih sulit. Nah, untuk perjalanan turun lebih lama karena harus berkali-kali berhenti untuk istirahat. Kaki rasanya mau copot saking capeknya. Jadilah aku termasuk rombongan yang ada di urutan paling akhir. Peserta lain udah nunggu di depan biara Santa Katarina pas aku sampai. Perjalanan yang melelahkan tapi sangat berkesan. I'll be back.
Biara Santa Katarina. Sayang enggak sempat masuk sana.

Mangga Dua di Sinai?

Ternyata di Sinai, Mesir ada Mangga Dua lho. Tapi, Mangga Dua ini bukan pusat belanja seperti di Jakarta melainkan nama toko souvenir. Saking banyaknya peziarah yang ke Sinai sampai ada toko yang diberi nama Mangga Dua. Toko itu terletak di desa Saint Catherine, Sinai, tepatnya di Hotel Morgenland. Selain Mangga Dua di hotel Morgenland ada banyak toko yang menjual souvenir. Barang yang dijual rata-rata sama berupa baju, poncho, gantungan kunci, piring pajangan,bola salju dll. Harganya terjangkau dan bisa ditawar. Kebanyakan penjual di sini bisa bahasa Indonesia dan enggak tahu kenapa enggak ada penjual cewek semua cowok.
Waktu itu aku ngincer snowball satunya di kasih harga 5 USD. Aku tawar 10 USD tiga enggak di kasih. Dia turunin harga jadi 8 USD untuk dua snowball tapi aku enggak mau. Sebenarnya harga segitu udah murah sih, aku mau balik lagi buat beli snowball tapi males. Gara-garanya penjualnya bikin ilfeel, alay banget. Ceritanya pas aku sama adik keluar toko mau naik bus tur yang lagi nungguin peserta tur, eh tiba-tiba si penjual muncul dan nanyain namaku. Terus dia bilang “Kamu cantik sekali.” Kebetulan di situ ada penjual lain yang lagi ngumpul pada nyorakin. WTF. Langsung deh aku sama adikku kabur ke bus.
Hotel Morgenland sendiri kabarnya merupakan hotel terbaik di Saint Catherine. Tapi, jangan harap akan mendapatkan layanan ala hotel bintang. Bangunan hotel terdiri dari dua lantai dan enggak ada lift. Kamarnya lumayan luas dengan twin bed, TV, kulkas dan telepon (enggak ada di semua kamar,kamarku enggak ada tapi kamar ibuku ada). Di kamar mandi enggak ada bath tub hanya shower dan kloset. Disediakan handuk dan sabun gratis. Klosetnya kotor ew…….
Berhubung enggak semua kamar memiliki saluran telepon, morning call dilakukan dengan cara manual, yaitu ketuk pintu. Pelayan akan berkeliling sambil ketuk pintu satu persatu. Oh iya di sini juga enggak ada fasilitas wifi.
Lokasi hotel di gurun dan kanan kirinya gunung berbatu. Pemandangannya bagus sih, ada fasilitas kolam renang dan meskipun winter air kolam tetap diisi penuh. Enggak tahu berapa jarak hotel ini dari desa karena kanan kiri enggak melihat ada bangunan. Bisa di bilang hotel ini ada di antah berantah. Hotel ini biasa ditempati peziarah yang mau naik gunung Sinai. Pas nginep di sana bareng sama rombongan mantan menteri yang sedang berziarah sama kelurganya. Selain bapak menteri kita juga ketemu rombongan ibu-ibu Batak yang juga berziarah. Kayaknya sih waktu itu yang nginep orang Indonesia semua.



Sama kayak di toko-toko souvenir, di hotel inipun enggak terlihat ada cewek lokal. Pelayan cowok semua, tukang masak juga cowok, resepsionisnya enggak tahu cowok apa cewek karena lokasi kamar jauh dari resepsionis. Makanan di sini kurang enak dan karena cuaca dingin makanan yang disajikan pun jadi dingin semua.
Pas sampai di hotel, udah malam perut lapar dan dinginnya menggigit. Aku share kamar sama kakakku di lantai dua. Begitu masuk kamar langsung minta pelayan hotel buat nyalain heater. Udah sejam tapi si heater kok enggak ngefek, akhirnya kita berkesimpulan kalau si heater rusak.  Muncul ide tidur berempat sama nyokap dan adik biar enggak dingin. Dua tempat tidur digabungin dan tidur dempet-dempetan. Heater di kamar ibu juga enggak ngefek, kulit kaki dan tangan sampai keriput. Tidur pakai longjohn dan baju tumpuk-tumpuk tetep dingin. Tangan ditaruh di bokong biar hangat tapi kok enggak ngefek. Gigi sampai geretukan. Sebenarnya sih menurut rencana jam 1 pagi naik gunung Sinai tapi karena cuaca yang dingin pakai banget tour leader mengubah jadwal menjadi jam 6 pagi. Cerita soal naik gunung Sinai akan di bahas di tulisan lain.

Nah, pas masuk bus buat ke gunung Sinai itu kita baru tahu berapa suhu di Morgenland. Ternyata oh ternyata -1ÂșC pantes dingin banget.