Minggu, 31 Juli 2016

The Duck King Hartono Mall Jogja

Penggemar bebek Peking di Jogja, akan semakin dengan hadirnya The Duck King. Sebelumnya The Duck King pernah hadir di Jogja dengan nama The Grand Duck King yang berlokasi di Hotel Tentrem. Sayangnya restoran itu udah tutup, entah karena kurangnya animo masyarakat Jogja atau karena membuka The Duck King di mall.
The Duck King di Hartono Mall baru buka bulan Juli ini, jadi masih baru banget. Pas ke sana juga ramai banget, sampai terpaksa duduk di smooking area. Kebetulan The Duck King berada di lantai dasar, jadi smooking area ada di ruang terbuka. Biasanya sih memang kalau ada tempat baru selalu ramai pengunjung yang penasaran entar baru ketahuan masa depan restoran itu akan bertahan apa enggak.

Aku sih udah pernah makan di The Grand Duck King yang di Grand Indonesia, Jakarta beberapa tahun lalu. Waktu itu makan bertujuh walau menu yang dipesan dikit tapi habis sejuta lebih. Memang The Duck King restoran yang mahal, siapkan kantong tebal kalau mau makan disini. Sesuai dengan namanya, jualan utamanya adalah bebek. Tapi, ada berbagai menu lain yang berbahan dasar ikan, ayam, jamur dll. So, yang enggak makan bebek jangan khawatir.
Kemarin makan sama keluarga, habis hampir sejuta karena masih diskon 20%. Menu yang dipesan adalah kerapu macan dua rasa, jamur kancing goreng, bebek peking ½ ekor, jamur enoki spesial cincang, ayam goreng bungkus pandan, nasi putih, mojito, strawberry juice, es krim durian ketan hitam, lemon juice dan onde-onde kacang merah.
Sekarang mari kita bahas rasanya satu per satu. Kerapu macan dua rasa berukuran 700 gram seharga 406 ribu. Harga tergantung pada besar kecilnya ukuran. Dua rasa di sini asam manis dan goreng kering. Kerapu yang digoreng kering rasanya enak, kalau yang asam manis biasa aja. Pada dasarnya kurang suka masakan apa saja yang pakai saos asam manis. Jamur kancing gorengnya enggak istimewa. Menurutku kemahalan dengan harga 58 ribu.



Untuk bebek Peking, kulitnya buat isi lumpia sementara dagingnya di tumis dengan lotus. Lumpianya enak, tumis lotus rasanya rada enggak jelas, so I don’t like it. Rebus jamur enoki spesial cincang adalah jamur enoki yang dimasak bareng daging sapi cincang dan caisin. Rasanya lumayan, tapi porsinya sedikit. Ayam goreng bungku pandan seharga 52 ribu berisi tiga bungkus. Soal rasa menurutku agak kurang bumbu, tambah garam sama merica dikit lebih enak tuh. Onde-onde merupakan favorit ibu, aku bukan penggemar makanan berisi kacang merah tapi onde-ondenya The Duck Kings enak dan worthy. Untuk pilihan minuman bervariasi mulai dari teh hijau, aneka jus hingga mojito. 







Rabu, 13 Juli 2016

Naik Unta Ke Gunung Sinai

Naik naik ke puncak gunung. Tinggi, tinggi sekali. Kiri kanan ku lihat saja ada pohon cemara. Lagu itu enggak berlaku saat kita naik gunung Sinai di Mesir. Gunung Sinai ini kanan kiri isinya batu, mau gede mau kecil bisa ditemukan di sini. Pohon cuma lihat satu dua.
Pohonnya cuma dua kan.

Aku berkesempatan naik gunung Sinai akhir Desember tahun lalu. Jarak dari hotel ke gunung Sinai cukup dekat. Naik bus enggak sampai setengah jam udah sampai. Tapi untuk ke gunung Sinai jelas enggak bisa naik bus. Bus hanya sampai di tempat parkir dari tempat parkir kita naik van menuju Saint Catherine Monastery yang menjadi basecamp orang-orang yang mau naik gunung Sinai. Dari sini boleh milih jalan kaki atau naik unta. Kalau naik unta sekali jalan tarifnya USD 25 plus tip USD 1 untuk si tukang unta.
Untuk mempersingkat waktu dan biar lebih cepat, rombonganku naik unta semua. Baliknya boleh pilih mau jalan or naik unta. Berhubung kita berangkat udah pagi bukan pagi-pagi buta layaknya peziarah lain, tempatnya sepi hanya ada rombonganku. Biasanya orang naik gunung Sinai dini hari untuk menikmati matahari terbit di atas gunung. Berhubung kondisi cuaca yang terlalu dingin tour leader mengundurkan jadwal naik gunung dari jam 1 dini hari menjadi jam 6.
Perjalanan naik unta ditempuh selama kurang lebih satu jam. Sebelum berangkat anggota rombongan udah pada ribut kalau si unta bau sampai pada beli poncho seharga USD 5 di salah satu toko di Morgenland. Aku sama kakakku juga ikutan beli sih. Tante yang pernah naik Sinai juga mewanti-wanti untuk langsung mencuci pakaian yang digunakan naik unta karena baunya enggak ilang-ilang. Emang bau unta kayak apa sih? Menurutku sih biasa aja, baunya mirip anjing yang enggak mandi berhari-hari. Jadi pas anggota rombongan mengeluh bau untanya enggak ilang-ilang, aku enggak merasakan hal yang sama. Lha wong tiap hari gaulnya sama anjing kok. Hidung udah kebal sama baunya. Hehehe…….
Selama naik unta ada guide yang ngikutin. Satu guide bisa bawa 2-3 unta. Tadinya aku dapat guide yang udah bapak-bapak, kayaknya si bapak capek karena diganti sama guide yang masih ABG. Unta ini sepertinya termasuk binatang yang selalu happy. Hahaha….. Lihat aja mukanya selalu nyengir gitu. Selama perjalanan beberapa kali di pukul sama guide, sampai kasihan sama si unta dan pengin neriakin si guide.
Tuh kan si unta mukanya happy.

Guide dan helper di gunung Sinai adalah orang Baduy. Mereka mencari duit dengan mengandalkan wisatawan. Sayangnya gara-gara pengeboman pesawat Rusia di Sinai jumlah wisatawan yang datang ke Mesir turun drastis. Sehingga pendapatan orang-orang Baduy di Sinai juga turun. Kebetulan wisatawan terbanyak yang datang ke Sinai adalah orang Rusia.
Unta hanya bisa mengantar kita sampai ke parkiran unta. Dari sini kita harus jalan kaki menaiki 1000 tangga. Jangan membayangkan tangga di sini seperti tangga biasa karena ini hanya sebutan dan bukan tangga. Jumlahnya juga enggak tahu berapa, pokoknya banyak. Untuk sampai ke puncak gunung Sinai butuh waktu 1 jam (tergantung tingkat kecepatan). Jalan terjal dan curam, jadi harus ekstra hati-hati kalau enggak pengin jatuh. Udara super dingin juga menjadi kendala. Harus berhenti tiap 5 menit untuk bernafas. Sebentar-sebentar nafas udah ngos-ngosan. Sebenarnya ibu melarang aku naik gunung Sinai, gara-gara beberapa minggu sebelum berangkat ke Mesir sempat terjadi drama. Pagi-pagi aku mengalami sesak nafas sampai di bawa ke IGD segala. Dokter jaga mendiagnosis aku kena GERD (Gastroesophageal Reflux Disease atau penyakit asam lambung). Waktu periksa ke dokter penyakit dalam beliau ngomong kalau aku enggak kena GERD. Enggak tahu deh aku sesak nafas karena apa. Yang pasti aku emang udah niat naik gunung Sinai, and it is worth it. Bila ada kesempatan pengin ke sana lagi, tapi enggak mau nginep di Morgenland lagi.


Terjal dan berbatu.
Gereja Ortodoks di Gunung Sinai.


Pas turun sengaja pilih jalan kaki biar lebih terasa ziarahnya. Istilahnya napak tilas perjalanan nabi Musa. Kan tujuan ke Mesir buat ziarah. Hehehe……. Di gunung inilah nabi Musa menerima wahyu berupa sepuluh perintah Allah. Jangan Tanya apa saja isinya karena aku udah lupa. Jadi penasaran seperti apa kondisi gunung Sinai pada jaman itu. Pasti medan yang dilalui lebih sulit. Nah, untuk perjalanan turun lebih lama karena harus berkali-kali berhenti untuk istirahat. Kaki rasanya mau copot saking capeknya. Jadilah aku termasuk rombongan yang ada di urutan paling akhir. Peserta lain udah nunggu di depan biara Santa Katarina pas aku sampai. Perjalanan yang melelahkan tapi sangat berkesan. I'll be back.
Biara Santa Katarina. Sayang enggak sempat masuk sana.

Mangga Dua di Sinai?

Ternyata di Sinai, Mesir ada Mangga Dua lho. Tapi, Mangga Dua ini bukan pusat belanja seperti di Jakarta melainkan nama toko souvenir. Saking banyaknya peziarah yang ke Sinai sampai ada toko yang diberi nama Mangga Dua. Toko itu terletak di desa Saint Catherine, Sinai, tepatnya di Hotel Morgenland. Selain Mangga Dua di hotel Morgenland ada banyak toko yang menjual souvenir. Barang yang dijual rata-rata sama berupa baju, poncho, gantungan kunci, piring pajangan,bola salju dll. Harganya terjangkau dan bisa ditawar. Kebanyakan penjual di sini bisa bahasa Indonesia dan enggak tahu kenapa enggak ada penjual cewek semua cowok.
Waktu itu aku ngincer snowball satunya di kasih harga 5 USD. Aku tawar 10 USD tiga enggak di kasih. Dia turunin harga jadi 8 USD untuk dua snowball tapi aku enggak mau. Sebenarnya harga segitu udah murah sih, aku mau balik lagi buat beli snowball tapi males. Gara-garanya penjualnya bikin ilfeel, alay banget. Ceritanya pas aku sama adik keluar toko mau naik bus tur yang lagi nungguin peserta tur, eh tiba-tiba si penjual muncul dan nanyain namaku. Terus dia bilang “Kamu cantik sekali.” Kebetulan di situ ada penjual lain yang lagi ngumpul pada nyorakin. WTF. Langsung deh aku sama adikku kabur ke bus.
Hotel Morgenland sendiri kabarnya merupakan hotel terbaik di Saint Catherine. Tapi, jangan harap akan mendapatkan layanan ala hotel bintang. Bangunan hotel terdiri dari dua lantai dan enggak ada lift. Kamarnya lumayan luas dengan twin bed, TV, kulkas dan telepon (enggak ada di semua kamar,kamarku enggak ada tapi kamar ibuku ada). Di kamar mandi enggak ada bath tub hanya shower dan kloset. Disediakan handuk dan sabun gratis. Klosetnya kotor ew…….
Berhubung enggak semua kamar memiliki saluran telepon, morning call dilakukan dengan cara manual, yaitu ketuk pintu. Pelayan akan berkeliling sambil ketuk pintu satu persatu. Oh iya di sini juga enggak ada fasilitas wifi.
Lokasi hotel di gurun dan kanan kirinya gunung berbatu. Pemandangannya bagus sih, ada fasilitas kolam renang dan meskipun winter air kolam tetap diisi penuh. Enggak tahu berapa jarak hotel ini dari desa karena kanan kiri enggak melihat ada bangunan. Bisa di bilang hotel ini ada di antah berantah. Hotel ini biasa ditempati peziarah yang mau naik gunung Sinai. Pas nginep di sana bareng sama rombongan mantan menteri yang sedang berziarah sama kelurganya. Selain bapak menteri kita juga ketemu rombongan ibu-ibu Batak yang juga berziarah. Kayaknya sih waktu itu yang nginep orang Indonesia semua.



Sama kayak di toko-toko souvenir, di hotel inipun enggak terlihat ada cewek lokal. Pelayan cowok semua, tukang masak juga cowok, resepsionisnya enggak tahu cowok apa cewek karena lokasi kamar jauh dari resepsionis. Makanan di sini kurang enak dan karena cuaca dingin makanan yang disajikan pun jadi dingin semua.
Pas sampai di hotel, udah malam perut lapar dan dinginnya menggigit. Aku share kamar sama kakakku di lantai dua. Begitu masuk kamar langsung minta pelayan hotel buat nyalain heater. Udah sejam tapi si heater kok enggak ngefek, akhirnya kita berkesimpulan kalau si heater rusak.  Muncul ide tidur berempat sama nyokap dan adik biar enggak dingin. Dua tempat tidur digabungin dan tidur dempet-dempetan. Heater di kamar ibu juga enggak ngefek, kulit kaki dan tangan sampai keriput. Tidur pakai longjohn dan baju tumpuk-tumpuk tetep dingin. Tangan ditaruh di bokong biar hangat tapi kok enggak ngefek. Gigi sampai geretukan. Sebenarnya sih menurut rencana jam 1 pagi naik gunung Sinai tapi karena cuaca yang dingin pakai banget tour leader mengubah jadwal menjadi jam 6 pagi. Cerita soal naik gunung Sinai akan di bahas di tulisan lain.

Nah, pas masuk bus buat ke gunung Sinai itu kita baru tahu berapa suhu di Morgenland. Ternyata oh ternyata -1ºC pantes dingin banget. 

Selasa, 14 Juni 2016

Life As A Freelancer

So, sudah lima tahun aku enggak bekerja penuh waktu. Maksudnya aku bekerja lepas waktu atau istilah kerennya freelance. Sebagai pekerja lepas waktu aku enggak punya kantor dan bekerja di rumah. Sejauh ini sih aku enjoy aja. Kenapa enggak? Meskipun, tentu saja menjadi freelancer ada enak dan enggak enaknya.
Keuntungan
ü  Enggak perlu ke luar rumah, kantorku adalah kamar tidur. Ketika orang-orang mesti bangun pagi dan berdesak-desakan di bus. Aku bisa bangun jam 6 pagi dan mandi jam 9. Keuntungan lainnya adalah warna kulitku lebih cerah dari sebelumnya. Hehehe…….
ü  Lebih irit. Berhubung ngantor di rumah jadi enggak perlu keluar uang buat transport dan makan siang. Dulu sih di kantor dapat uang transport sama uang makan siang, tapi enggak semua kantor memberikan uang transport dan makan siang. Pernah lebih dari sekali ngantor di perusahaan yang enggak memberi uang transport dan makan siang.
ü  Bisa atur waktu sendiri dan menjadi bos untuk diri sendiri. Ini nih salah satu keuntungan utama bekerja lepas waktu. Kita bisa menentukan kapan waktunya bekerja dan kapan waktunya bermain. Tapi, harus tetap ingat deadline. Mau liburan seminggu juga enggak masalah asal kerjaan sudah selesai.
ü  Bebas pakai baju apa saja. Ya iyalah wong kerja di rumah sendiri. Mau pakai kaos oblong sama celana pendek or pakai daster juga enggak masalah.
ü  Bebas dari politik kantor. Enggak punya kantor artinya enggak punya bos dan teman kantor. Jadi enggak perlu menghadapi bos bipolar atau teman kantor yang suka menusuk dari belakang.
Enggak enaknya bekerja freelance
ü  Dipandang sebelah mata sama orang-orang. Dianggap pengangguran karena enggak pernah keluar rumah itu sudah biasa. Dituduh sebagai pengangguran yang bakal ngabisin warisan orang tua juga pernah. Sakitnya tuh di sini lho. Pandangan masyarakat Indonesia masih belum terbuka apa masih belum update ya? Intinya masih banyak yang belum mengerti konsep bekerja lepas waktu dan bekerja dari rumah.
ü  Gaji enggak tetap. Namanya juga lepas waktu jadi bayaran di dapat per proyek bukan per bulan.
ü  Enggak dapat tunjangan ini itu. Kalau sakit ya bayar sendiri, enggak ada bonus untuk hari raya.
ü  Bayaran dipotong pajak. Ini yang bikin nyesek, meskipun penghasilan enggak tetap tapi tetep ya pakai acara dipotong pajak setiap kali dapat bayaran. Teganya, teganya…….
ü  Kurang gaul. Maksudnya karena enggak punya rekan kerja jadi enggak ada acara nggosip, makan siang bareng atau kelayapan pas jam makan siang bareng teman kantor.

Apakah menjadi freelancer cocok untuk semua orang?
Jawabannya adalah tidak. Bekerja lepas waktu hanya bisa dilakukan oleh orang yang berjiwa bebas dan enggak ambisius. Orang yang berambisi untuk berada di puncak struktur organisasi perusahaan tentu enggak bisa jadi pekerja lepas. Lha mau mendaki struktur organisasi apa. Selain itu, seperti yang sudah kutulis di atas, bahwa pandangan masyarakat Indonesia masih belum terbuka. Ada temen yang resign dan bekerja sebagai freelance translator. Setiap ketemu tetangga di rumah si tetangga nanya “Kok nggak kerja?” Lama-lama temenku enggak betah disangka pengangguran dan akhirnya memutuskan untuk kembali bekerja penuh waktu.

Apa yang harus dilakukan sebelum menjadi pekerja lepas waktu?
Harus siap mental. Sebelum memutuskan menjadi pekerja lepas waktu harus dipikirkan lebih dulu apakah sanggup menghadapi komentar-komentar yang enggak enak di kuping. Selain itu harus siap melihat aliran dana di rekening enggak lancar. Tergantung jenis pekerjaannya juga sih. Contohnya untuk pekerjaan yang ku lakukan dibayar per proyek. Jadi bisa aja bulan ini ada pemasukan, bulan depan enggak ada pemasukan sama sekali. Dulu pernah dapat pekerjaan freelance tapi dibayar per bulan tapi jumlahnya tergantung berapa banyak yang kukerjakan.

Senin, 13 Juni 2016

Sate Buntel Mbok Galak, Solo

Di Solo banyak banget penjual sate kambing. Mirip sama daerah Bantul di mana kita dengan mudah bakal menemukan penjual sate kambing. Sate buntel mbok Galak merupakan salah satu kuliner populer Solo. Menurut temanku yang tinggal di Solo, Presiden Joko Widodo, adalah pelanggan tempat ini. Setiap berkesempatan pulang kampung, Jokowi akan mampir ke sini. Daging kambing adalah sajian utama mbok Galak. Menu yang ditawarkan ada macam-macam: sate buntel, sate biasa, gule, tengkleng dll.



Warung sate ini berada di Jl. Ki Mangun Sarkoro No. 122, SoloAku ke sana beberapa bulan lalu, pas hari Minggu sehingga warung penuh sesak. Beruntung kita menemukan tempat duduk kosong. Kita memilih menu sate buntel dan gule jeroan. Sate buntel adalah daging cincang yang dibungkus dengan lemak. Satu porsi berupa dua tusuk sate buntel dengan ukuran lumayan gede. Rasanya enggak beda jauh dengan sate buntel Tambak Segaran. Menurutku sih enak ya, tapi menurut temenku yang orang Solo banyak penjual sate buntel yang rasanya lebih enak dari ini.

Untuk gule jeroan ya pasti isinya jeroan seperti babat, usus dll. Rasanya not bad lah. Enggak tahu seporsi harganya berapa. Dulu bayar di bawah 150 ribu untuk tiga porsi sate buntel, seporsi gule jeroan, tiga nasi putih dan empat es jeruk. Mahal apa murah ya?

Menyantap Ikan Petrus di Tepi Danau Galilea

Apa itu ikan Petrus? Penasaran? Aku berkesempatan untuk makan ikan Petrus waktu ziarah ke Israel Desember tahun lalu. Ikan Petrus ini mirip ikan nila karena sama-sama keluarga tilapia. Nama ikan Petrus berasal dari kisah dalam Perjanjian Baru Matheus 17:24-27. Ketika Yesus dan murid-murid-Nya tiba di Kapernaum pemungut bea Bait Allah bertanya kepada Petrus apakah yesus akan membayar. Petrus adalah seorang nelayan, Yesus memprediksi Petrus akan menangkap ikan yang memiliki empat koin uang di mulutnya. Seperti tertuang dalam Matheus 17:27: “Tetapi supaya jangan kita menjadi batu sandungan bagi mereka, pergilah memancing ke danau. Dan ikan pertama yang kau pancing, tangkaplah dan bukalah mulutnya, maka engkau akan menemukan mata uang empat dirham di dalamnya. Ambillah itu dan bayarkanlah kepada mereka, bagi-Ku dan bagimu juga.” Nah, ikan Petrus inilah ikan yang dipercaya ditangkap oleh Petrus saat itu.
Saat menginap di Tiberias dalam salah satu kesempatan kita makan siang dengan menu ikan Petrus. Ikan Petrus yang disajikan di rumah makan bernama Pagoda berukuran sedang. Satu orang mendapat jatah satu ikan goreng, sampai mblenger sendiri makannya. Kebetulan atau tidak, goreng ikannya kurang kering, jadi dalamnya masih agak lembek.  Ikan bisa di makan dengan kentang goreng, roti khas Timur Tengah (lupa namanya) atau pakai nasi. Untuk nasi ada dua pilihan, nasi putih atau nasi goreng. Nasi gorengnya enak, enggak beda sama nasi goreng di Indonesia. Cocok di lidahku yang agak rese dalam hal makan. Hehehe…….
Untuk pembuka kita disuguhi tom yam kosher (makanan yang sesuai dengan hukum Yahudi) dan vegan. Perlu diketahui bahwa orang Yahudi enggak boleh makan babi, binatang yang hidup di dua alam dan binatang yang tidak bersisik. Jadi tom yam yang disajikan enggak ada udang atau cumi-cumi, sayuran dan jamur. Rasanya lumayan, tapi aku enggak berani makan karena pedas. Kebiasaanku kalau lagi traveling jauh dari rumah adalah menghindari makanan pedas, makanan dan minuman berpengawet, soda dan alkohol. Maklum perutku sensitif banget, jadi untuk menghindari hal-hal yang enggak diinginkan lebih baik menghindari.




Restoran Pagoda sendiri merupakan restoran yang menyajikan makanan Asia (Chinese dan Thai) kosher. Walaupun tukang masaknya bukan orang Asia, tapi rasanya not bad. Lebih enak kalau dibandingkan dengan Chinese foods yang ku makan waktu di Mesir atau Yordania. Letaknya di tepi danau Galilea, kapan lagi bisa makan ikan Petrus sambil memandang danau Galilea. Sesuai dengan namanya eksterior restoran ini berbentuk pagoda, tapi dalamnya biasa saja. 
Pemandangan Danau Galilea.


Mie Babi Kedai Manalagi Jogja

Semakin banyaknya rumah makan yang hanya menyajikan babi tentu menjadi kabar baik bagi pork eater di Jogja dan sekitarnya. Di posting sebelumnya aku udah membahas Piggylicious, kali ini aku menulis tentang Kedai Manalagi. Rumah makan ini terletak di Jl. Magelang 134A Km 4.5, Jogja. Tempatnya rada ngumpet karena ada di belakang My Foot. Ancer-ancernya selatan Kubota kira-kira 100M. Tapi, jangan khawatir gampang kok nyarinya. Buat yang bawa kendaraan roda empat enggak perlu khawatir mencari tempat parkir, karena tempat parkirnya luas dan gratis. Bentuk rumah makannya sederhana dan terbuka. Yang bikin menarik adalah gambar babi yang dicat ditembok.



Kedai Manalagi menjual masakan serba babi ala peranakan. Pilihan menunya ada nasi campur, nasi goreng, mie babi, mie Singkawang, sup baikut, sate babi, samcan goreng, chasiu, rica-rica babi dll. Untuk mie ada dua porsi yaitu biasa (100 gr mie) dan jumbo (150 gr mie). Makanan yang pernah ku coba adalah mie babi, mie Singkawang, sate babi dan Ala Carte komplit. Tekstur mie untuk mie babi lebih besar daripada mie Singkawang. Keduanya disajikan bersama daging babi cincang, kekian, kulit babi goreng dan kuah bening. Bedanya mie babi disajikan bersama sawi hijau sedangkan mie Singkawang disajikan bersama tauge dan ada tambahan chasiu. Rasanya agak mirip ada manis-manisnya, tapi untuk mie babi minyak wijennya terasa banget.
Mie Babi Manalagi

Mie Singkawang

Chasiu

Sate Babi

Kuah Mie

Sate babinya ada dua porsi 3 tusuk dan 5 tusuk yang disajikan bersama sambal kecap. Rasanya kalau menurutku Jawa banget karena manis dan rempah-rempahnya terasa. Kalau pengin mencicipi lebih dari satu masakan kamu bisa memesan Ala Carte Komplit. Menu ini terdiri dari 90 gr rica-rica, 90 gr chasiu, 90 gr samcan dan sup baikut. Menurutku sih semuanya enak dan MSG-nya enggak kenceng. Biasanya habis makan babi yang bukan masakan sendiri suka enek karena MSG-nya banyak banget (maklum di rumah enggak pernah pakai MSG). Untuk harga bisa dilihat di foto di bawah, harga berlaku pada Juni 2016.