Selasa, 14 Juni 2016

Life As A Freelancer

So, sudah lima tahun aku enggak bekerja penuh waktu. Maksudnya aku bekerja lepas waktu atau istilah kerennya freelance. Sebagai pekerja lepas waktu aku enggak punya kantor dan bekerja di rumah. Sejauh ini sih aku enjoy aja. Kenapa enggak? Meskipun, tentu saja menjadi freelancer ada enak dan enggak enaknya.
Keuntungan
ü  Enggak perlu ke luar rumah, kantorku adalah kamar tidur. Ketika orang-orang mesti bangun pagi dan berdesak-desakan di bus. Aku bisa bangun jam 6 pagi dan mandi jam 9. Keuntungan lainnya adalah warna kulitku lebih cerah dari sebelumnya. Hehehe…….
ü  Lebih irit. Berhubung ngantor di rumah jadi enggak perlu keluar uang buat transport dan makan siang. Dulu sih di kantor dapat uang transport sama uang makan siang, tapi enggak semua kantor memberikan uang transport dan makan siang. Pernah lebih dari sekali ngantor di perusahaan yang enggak memberi uang transport dan makan siang.
ü  Bisa atur waktu sendiri dan menjadi bos untuk diri sendiri. Ini nih salah satu keuntungan utama bekerja lepas waktu. Kita bisa menentukan kapan waktunya bekerja dan kapan waktunya bermain. Tapi, harus tetap ingat deadline. Mau liburan seminggu juga enggak masalah asal kerjaan sudah selesai.
ü  Bebas pakai baju apa saja. Ya iyalah wong kerja di rumah sendiri. Mau pakai kaos oblong sama celana pendek or pakai daster juga enggak masalah.
ü  Bebas dari politik kantor. Enggak punya kantor artinya enggak punya bos dan teman kantor. Jadi enggak perlu menghadapi bos bipolar atau teman kantor yang suka menusuk dari belakang.
Enggak enaknya bekerja freelance
ü  Dipandang sebelah mata sama orang-orang. Dianggap pengangguran karena enggak pernah keluar rumah itu sudah biasa. Dituduh sebagai pengangguran yang bakal ngabisin warisan orang tua juga pernah. Sakitnya tuh di sini lho. Pandangan masyarakat Indonesia masih belum terbuka apa masih belum update ya? Intinya masih banyak yang belum mengerti konsep bekerja lepas waktu dan bekerja dari rumah.
ü  Gaji enggak tetap. Namanya juga lepas waktu jadi bayaran di dapat per proyek bukan per bulan.
ü  Enggak dapat tunjangan ini itu. Kalau sakit ya bayar sendiri, enggak ada bonus untuk hari raya.
ü  Bayaran dipotong pajak. Ini yang bikin nyesek, meskipun penghasilan enggak tetap tapi tetep ya pakai acara dipotong pajak setiap kali dapat bayaran. Teganya, teganya…….
ü  Kurang gaul. Maksudnya karena enggak punya rekan kerja jadi enggak ada acara nggosip, makan siang bareng atau kelayapan pas jam makan siang bareng teman kantor.

Apakah menjadi freelancer cocok untuk semua orang?
Jawabannya adalah tidak. Bekerja lepas waktu hanya bisa dilakukan oleh orang yang berjiwa bebas dan enggak ambisius. Orang yang berambisi untuk berada di puncak struktur organisasi perusahaan tentu enggak bisa jadi pekerja lepas. Lha mau mendaki struktur organisasi apa. Selain itu, seperti yang sudah kutulis di atas, bahwa pandangan masyarakat Indonesia masih belum terbuka. Ada temen yang resign dan bekerja sebagai freelance translator. Setiap ketemu tetangga di rumah si tetangga nanya “Kok nggak kerja?” Lama-lama temenku enggak betah disangka pengangguran dan akhirnya memutuskan untuk kembali bekerja penuh waktu.

Apa yang harus dilakukan sebelum menjadi pekerja lepas waktu?
Harus siap mental. Sebelum memutuskan menjadi pekerja lepas waktu harus dipikirkan lebih dulu apakah sanggup menghadapi komentar-komentar yang enggak enak di kuping. Selain itu harus siap melihat aliran dana di rekening enggak lancar. Tergantung jenis pekerjaannya juga sih. Contohnya untuk pekerjaan yang ku lakukan dibayar per proyek. Jadi bisa aja bulan ini ada pemasukan, bulan depan enggak ada pemasukan sama sekali. Dulu pernah dapat pekerjaan freelance tapi dibayar per bulan tapi jumlahnya tergantung berapa banyak yang kukerjakan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar